Pondok Pesantren Mathla’ul Anwar liNahdlatil Ulama (MALNU) Pusat Menes gelar perayaan Maulid Nabi Muhammad dan peringatan haul Mamanda KH. Tb. A. Ma’ani Rusjdi serta 100 hari wafatnya Abah KH. Tb. Hamdi Ma’ani, Sabtu (21/9). Agenda tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan mulai dari kiai, masyarakat, dan pejabat daerah.
Dalam sambutannya, Abah KH. Tb. Uuf Zaki Ghufron mengungkapkan, kehadiran para jama’ah adalah iktiyar untuk meneladani keteguhan dan kegigihan Mamanda KH. Tb. A. Ma’ani Rusjdi dalam mensyiarkan Islam Ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyah.
“Kehadiran kita semua di hari maulid ini adalah bentuk kecintaan kita kepada Nabi Saw. Kepada NU dan kepada Muassis MALNU,” terang KH. Uuf.
Salah satu alumni MALNU, H. Buchory Aroby memberi kesaksian, bahwa semasa hidup Mamanda KH. Ma’ani Rusjdi menghabiskan waktu untuk mengurus umat dan beribadah kepada Allah SWT.
“Mama KH. Ma’ani Rusjdi masuk dalam kelompok manusia yang kalau malam datang, beliau tidak disibukkan oleh selimut yang hangat dan bantal yang empuk. Kita tidak akan menemukan beliau di tempat tidur saat malam tiba, tapi kalian akan menemukan beliau ada di mihrab salatnya, seperti tiang-tiang masjid, dalam keadaan sujud dan rukuk sambil menangis menghadap Allah,” jelas H. Buchory.
Dr. KH. Manarul Hidayat, MA, Pengasuh Pondok Pesantren Al Mahbubiyah Jakarta, dalam kesempatan mauidlohnya mengungkapkan bahwa haul kali ini untuk mengingat dan meneladani seorang ulama. “Ulama adalah penerus para nabi. Meninggalnya seorang alim adalah rusaknya alam,” terangnya.
“Bila tidak ada ulama, tidak ada pesantren, manusia akan hidup seperti binatang. Tidak kenal haram dan halal. Maka salah satu bukti kecintaan kita terhadap Rasulullah adalah melanjutkan ajarannya. Kecintaan kita terhadap KH. Tb Ma’ani Rusjdi, wajib untuk kita lanjutkan perjuangannya,” jelas Kiai Manarul.
Kiai Manarul juga menjelaskan, pesantren adalah laboratorium untuk mendidik dan menempa generasi bangsa menjadi pribadi yang siap meneruskan cita-cita kemerdekaan.
“Jadi seharusnya para pengajar pondok pesantren harus dimuliakan oleh pemerintah. Meski para pengajar bukanlah profesor dan sebagainya, mereka hafal alfiah, imrithi, dan memahami dengan dalam disiplin keilmuan lain. Sudah selayaknya pemerintah memuliakan mereka,” terang Kiai Manarul.